Posted on Salasa, 14 Oktober 2008 by Ki Santri
Galura, Minggu IV, Séptémber 2008
“Tina naskah-naskah kuna bisa dicindekeun agama Islam saenyana geus sumebar di tatar Sunda jauh saméméh Déwan Salapan aya,” ceuk Undang Darsa, M. Hum., salahsaurang ahli pilologi nu kawilang nyongcolang. Anu dimaksud Déwan Salapan ku ieu dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung téh taya lian ti Wali Sanga.
Dina naskah Carita Parahyangan (abad ka-16 katompérnakeun) upamana disebutkeun di tatar Sunda anu munggaran ngagem agama Islam téh Bratalagawa, putra kadua Prabu Pangandiparamarta Jaya Déwabrata atawa Bunisora Suradipati. Bratalagawa téh sodagar, mindeng balayar ka nagara-nagara nu jauh: Sumatra, Cina, India, Srilanka, tepi ka Arab. Lajengkeun maos →
Filed under: Sejarah | 43 Comments »
Posted on Salasa, 14 Oktober 2008 by Ki Santri
Oleh HILMAN SAEPULLAH
SALAH SATU tradisi masyarakat Muslim Indonesia yang erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Fitri adalah “haolan” atau “haol”. Dalam satu atau dua dasawarsa belakangan ini, paling tidak di masyarakat Sunda, tradisi ini rasanya semakin ramai.
Istilah ‘haolan’ berasal dari bahasa Arab, hawl, yang artinya daur dalam satu tahun. Dengan demikian, haolan dapat diterjemahkan sebagai ‘tahunan’. Haolan memang mengacu kepada waktu, bukan kepada jenis kegiatan. Itulah sebabnya segala kegiatan rutin tahunan dapat disebut ‘haolan’. Tetapi paling tidak, ada dua hal yang dikenal luas sebagai haolan. Lajengkeun maos →
Filed under: Tradisi | 3 Comments »
Posted on Salasa, 14 Oktober 2008 by Ki Santri
Oleh RUSLI PRANATA
Dalam Kamus Filsafat (1996: 1.115-1.116), tradisi merupakan adat istiadat, ritus-ritus, ajaran-ajaran sosial, pandangan-pandangan, nilai-nilai, dan aturan-aturan perilaku, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Takdir atau hidup dan mati sebuah tradisi sangat bergantung dan ditentukan oleh dua faktor. Pertama, pengguna atau pemakai tradisi (masyarakat). Kedua, pihak yang berkuasa atau pemerintah.
Untuk faktor pertama (pengguna tradisi), kita ambil saja contoh tradisi lokal yang pernah ada di sekitar Desa Babakan Panjang, Kec. Nagrak, Kab. Sukabumi. Tradisi yang pernah ada di sana salah satunya adalah tradisi yang berkaitan dengan pertanian. Dari dulu sampai sekarang para petani di desa tersebut Lajengkeun maos →
Filed under: Tradisi | 3 Comments »
Posted on Jumaah, 4 April 2008 by Ki Santri
Oleh ASEP AHMAD HIDAYAT
BERBICARA tentang proses masuknya Islam (Islamisasi) di seluruh tanah Pasundan atau tatar Sunda yang sekarang masuk ke dalam wilayah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, maka mesti berbicara tentang tokoh penyebar dari agama mayoritas yang dianut suku Sunda tersebut. Menurut sumber sejarah lokal (baik lisan maupun tulisan) bahwa tokoh utama penyebar Islam awal di tanah Pasundan adalah tiga orang keturunan raja Pajajaran, yaitu Pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Prabu Kian Santang. Lajengkeun maos →
Filed under: Sejarah, Tokoh | 407 Comments »
Posted on Kemis, 3 April 2008 by Ki Santri
(1568-1813)
KESULTANAN yang pada masa jayanya meliputi daerah yang sekarang dikenal dengan daerah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tangerang. Sejak abad ke-16 sampai abad ke-19 Banten mempunyai arti dan peranan yang penting dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara, khususnya di daerah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatra Selatan. Lajengkeun maos →
Filed under: Sejarah | 103 Comments »
Posted on Kemis, 3 April 2008 by Ki Santri
KESULTANAN Cirebon merupakan kesultanan di pantai utara Jawa Barat dan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Cirebon pada saat sekarang merupakan nama satu wilayah administrasi, ibu kota, dan kota. Nama Cirebon juga melekat pada nama bekas sebuah keresidenan yang meliputi kabupaten-kabupaten Indramayu, Kuningan, Majalengka, dan Cirebon. Lajengkeun maos →
Filed under: Sejarah | 18 Comments »
Posted on Kemis, 3 April 2008 by Ki Santri
KISAH asal-usul Cirebon dapat ditemukan dalam historiografi tradisional yang ditulis dalam bentuk manuskrip (naskah) yang ditulis pada abad ke-18 dan ke-19. Naskah-naskah tersebut dapat dijadikan pegangan sementara sehingga sumber primer ditemukan.
Diantara naskah-naskah yang memuat sejarah awal Cirebon adalah Carita Purwaka Caruban Nagari, Babad Cirebon, Sajarah Kasultanan Cirebon, Babad Walangsungsang, dan lain-lain. Yang paling menarik adalah naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, ditulis pada tahun 1720 oleh Pangeran Aria Cirebon, Putera Sultan Kasepuhan yang pernah diangkat sebagai perantara para Bupati Priangan dengan VOC antara tahun 1706-1723. Lajengkeun maos →
Filed under: Sejarah | 48 Comments »
Posted on Kemis, 3 April 2008 by Ki Santri
Oleh ATEP KURNIA
Josua van Iperen adalah orang yang mulai mengumpulkan kosakata Sunda. Ia memuatkannya dalam “Proeven van Hoog, Gemeen en Berg Javaans”. Tulisan tersebut dimuat dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen (Tweede Deel) tahun 1780. Ia melakukannya dengan maksud untuk menjadikannya bahan perbandingan. Sebab, sepertinya, orang Belanda “semaput” dengan bahasa Sunda karena bahasa Sunda hampir mirip dengan bahasa Jawa. Dalam pelaksanaannya, Iperen membanding-bandingkan Bahasa Jerman Tinggi, Bahasa Sunda atau Bahasa Gunung, Bahasa Jawa Umum, dengan Bahasa Tinggi Bangsawan Jawa (Moriyama 2005: 19, 320). Lajengkeun maos →
Filed under: Bahasa | 5 Comments »
Posted on Ahad, 9 Maret 2008 by Ki Santri
Kendati sudah terbilang lama dan Anda pasti telah membacanya, buku ini sangat bermanfaat. Buah karya Abdul Ghoffir Muhaimin. Semula, ia merupakan thesis Ph.D. penulisnya pada The Australian National University (1995). Edisi bahasa Indonesianya, “Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cirebon”, diterbitkan oleh Logos bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation (2001). Departemen Agama RI juga telah mempublikasikan edisi bahasa Inggrisnya secara terbatas pada tahun 2004. Lajengkeun maos →
Filed under: Kepercayaan | 1 Comment »
Posted on Ahad, 9 Maret 2008 by Ki Santri
By Jörgen Hellman
The article elicits the complex relationship that exists in many Asian societies between art, drama and religious ritual. Male circumcisions in West Java are often elaborated into extraordinary events, including hundreds of guests who take part in a common meal and enjoy different kinds of artistic performances. Sisingaan dancing is an art form developed to entertain guests during these rituals and the article demonstrates how the dance is weaved into a specific conceptual universe. Lajengkeun maos →
Filed under: Seni | Leave a comment »